Jokowi Dinilai Mendapat Tekanan saat Utak Atik Menteri

Editor: Admin

JALURNEWS.COM – Pakar hukum tata negara Bivitri Susanti menilai Presiden Joko Widodo (Jokowi) sedang menghadapi tekanan saat menyusun kabinet. Keluhan soal ada pihak-pihak yang sering menanyakan posisi menteri disampaikan Jokowi melalui akun media sosial instagram dan di Istana Negara, Jakarta.

“Kelihatannya narasi beliau sampaikan ada tekanan-tekanan,” kata Bivitri di Hotel JS Luwansa, Jakarta Selatan, Rabu (4/9).

Pendiri sekolah hukum Jentera itu mengatakan tekanan soal pembentukan kabinet tidak hanya berasal dari pihak luar. Dia menduga, PDIP sebagai partai tempat Jokowi bernaung pun ikut menekan terkait utak atik penentuan menteri.

“Di acara PDIP partainya sendiri di Bali ‘kami (jatah menteri) segini dong,” ujar dia.

Dia menegaskan, urusan menteri menjadi hak prerogatif dari Jokowi. Namun, Bivitri mengatakan Jokowi tidak akan terlepas dari beban politik. Sebab, menurutnya, Jokowi diusung oleh koalisi 5 partai politik dan ambang batas pencalonan presiden 20 persen.

Sebagai jalan tengahnya, Jokowi disarankan membuat kriteria tertentu bagi para calon pembantunya tanpa menitikberatkan adanya afiliasi calon dengan partai politik.

“Memang hak prerogatif tapi buat kriteria saja. Jadi buat kami bukan hanya terafiliasi parpol tertentu atau tidak,” tandas Bivitri.

Sebelumnya, Jokowi bercerita, bahwa belakangan ini dirinya kerap ditanyakan siapa nama menteri dalam kabinetnya. Dia pun meminta para pihak sabar sampai waktu pengumuman.

“Tiap hari sekarang ini menuju ke tanggal 20 Oktober, ada saja yang menanyakan kepada saya, yang ditanyakan itu itu saja. Pak, siapa si nanti menteri menterinya. Setiap ketemu yang ditanyain itu terus,” kata Jokowi di saat membuka konferensi hukum tata negara di Istana Negara, Jakarta, Senin (2/8).

“Pak Bapak A masuk gak pak? Nanti ke tempat lain, ibu B masuk gak pak ke kabinet. Yang pertama ya kita sabar, tunggu waktunya pasti akan kita umumkan,” sambungnya.

Jokowi menegaskan bahwa soal pemilihan menteri merupakan hak prerogatif presiden. Kepala negara tak ingin ada yang intervensi. [ray]

Berita Terkait