JALURNEWS.COM, Jakarta – Di tengah pandemi Covid-19, hoax (berita bohong) berpeluang besar pada kontestasi Pemilihan Kepala Daerah. Hal itu dikarenakan para kandidat tidak bisa berhubungan secara fisik, sarana kampanye hanyalah media sosial.
Hal itu diutarakan anggota MPR RI Fraksi Nasdem, Saan Mustofa. “Ruang untuk hoax di tengah Pilkada 2020 ini memang sangat lebar untuk terbuka di media sosial. Karena Pilkada ini ada di tengah suasana pandemi,” katanya di Gedung Parlemen, Senayan, Jakarta, Senin kemarin (7/12/2020).
Penyebabnya, menurut Saan, ruang bagi pasangan calon, tim sukses dan juga partai politik pengusung untuk berhubungan secara fisik sangat terbatas. Sehingga, semua kontestan pasti akan menggunakan medsos seoptimal mungkin.
“Karena hanya itu satu cara dalam suasana pandemi ini yang bisa dilakukan untuk masuk ke ruang-ruang para pemilih,” urainya. Menurut Saan, Facebook, Twitter, IG, bahkan YouTube semua akan digunakan berbagai platform medsos.
“Yang sangat berbahaya itu kan ketika ada plafon-plafon sosial yang didesain sedemikian rupa, bisa saja anonim untuk digunakan sesaat untuk Pilkada,” ujarnya.Karena hari Rabu, sudah pemilihan, sambung Saan, potensi hoax yang paling mungkin dilakukan antar pasangan calon untuk menjatuhkan.
“Yang kedua di tengah pandemi ini kan ada rasa kekhawatiran dan ketakutan yang luar biasa di masyarakat apalagi sekarang pandemi Covid ini kan trennya naik tajam. Baik suara-suara yang minta pilkada ditunda itu rasional, maupun ada kepentingan-kepentingan tertentu juga ada,” paparnya.
Saan menilai, juga potensi hoax yang berhubungan dengan menakut-nakuti orang untuk datang ke TPS.
Sehingga tingkat partisipasi pemilih di 270 pilkada baik gubernur, bupati, walikota itu rendah.
“Kalau memang target partisipasi pilkada yang sudah ditentukan penyelenggara pemilu 70-75, ini tidak tercapai bisa dibawa 60 tingkat partisipasinya maka orang akan bicara legitimasi dari Pilkada,” tambahnya.
Penulis: Riza Surbakti