JALURNEWS.COM, Jakarta – Sebagaimana di negara Singapura yang sudah puluhan tahun lalu menjadi pusat pelabuhan laut, Batam pun diminta dijadikan demikian. Hal ini dikemukakan anggota Dewan Perwakilan Daerah (DPD) RI, Richard Pasaribu.
Pemerintah pusat harus serius menjadikan Batam sebagai pelabuhan laut. Kapasitas pelabuhan peti kemas yang ada di Batam harus ditingkatkan secara signifikan,” ujarnya dalam keterangan pers Bagian Pemberitaan DPD RI, Selasa (9/2/2021). Richard menilai, selama ini Batam tertidur dalam memberdayakan letak geografisnya yang sangat strategis yang sebetulnya setara dengan Singapura.
“Singapura telah memberdayakan negerinya dengan membuat pelabuhan laut yang bertaraf internasional dengan kapasitas 47 juta TEUs (twenty foot equivalent unit atau satuan yang menggambarkan ukuran sebesar container 20 feet-red), yang telah memberikan sumbangsih pertumbuhan ekonomi negaranya dengan pesat,” ungkap senator dari daerah pemilihan Kepulauan Riau (Kepri) itu.
Batam ini, sambung Richard, awalnya dibangun untuk menjadi lokomotif perekenomian regional Kepri maupun nasional. Tetapi kenyataannya masih sangat jauh diberdayakan dari potensi Batam yang ada. “Maka Pemerintah Pusat harus serius menjadikan Batam, sebagai hub logistik dengan cara meningkatkan kapasitas pelabuhan kita secara massif,” serunya.
Richard Pasaribu menilai, Pemerintah Singapura sangat tepat dengan telah mengembangkan kapasitas pelabuhannya, yang saat ini sudah sebesar 47 juta TEUs per tahun dan bahkan sedang dikembangkan menjadi pelabuhan peti kemas terbesar di dunia, dengan kapasitas 65 juta TEUs per tahun.
“Sementara kapasitas Pelabuhan Batu Ampar di Batam masih hanya 350.000 TEUs per tahun. Kalau bisa dengan kita kembangkan tahap awal menjadi 10 juta TEUs saja, pasti sudah memberi dampak pertumbuhan ekonomi yang sangat besar bagi Batam. Belum lagi pengisian bbm tanker yang berlabuh di Batam, pasti sudah memberikan devisa sampai triliunan rupiah,” cetusnya.
Menurut Richard, pengembangan kilang minyak dan gas di Batam juga harus dibangun sebelum semuanya menjadi terlambat. Minyak dan gas dari Natuna dari pipa bawah laut langsung dikirim ke kilang minyak dan gas milik Indonesia sendiri.
“Alangkah sayangnya apabila potensi kekayaan alam tidak kita kuasai dan kelola dari hulu ke hilir. Itu semua berkat dari Tuhan Yang Maha Esa, dan seyogyanya haruslah kita berdayakan, seoptimal mungkin untuk kesejahteraan dan kemakmuran rakyat,” tegasnya.
Dengan adanya pelabuhan besar dan kilang minyak dan gas, sambung Richard akan sangat besar dampak multiplier-effect ekonominya. Belum lagi dampak trickle-down effect dengan terciptanya puluhan ribu kesempatan untuk bernafkah termasuk nafkah tukang ojek sekalipun,” sebutnya lagi.
Tak hanya pengembangan pelabuhan dan kilang minyak dan gas, Richard juga menyinggung pentingnya pengembangan sektor pariwisata Batam. “Selama ini Batam hanya berfokus pada industri manufaktur, padahal pariwisata Batam juga mempunyai potensi yang sangat besar untuk mendatangkan devisa,” paparnya.
“Seandainya sektor pariwisata juga kita kembangkan secara simultan, dengan industri manufaktur pasti Batam sudah terang berderang seperti Singapura. Ada 18 juta turis manca negara mengunjungi Singapura dan belum lagi ada 26 juta turis yang ke Malaysia,” urainya.
Tidak mustahil, lanjut Richard, bila disiasati dan ikhtiarkan dengan serius agar ada 10 juta turis mancanegara yang ke Singapura dan Malaysia ingin menyeberang ke Batam untuk beberapa hari saja. Batam bisa mendapat devisa puluhan triliun per tahun.
Penulis: Riza Surbakti.