JALURNEWS.COM, Jakarta – Perselisihan antara pendiri dan senior dengan pengurus DPP partai Demokrat terus memanas pasca Konfrensi pers “kudeta” yang dilontarkan Agus Harimurti Yudhoyono alias AHY.
Bahkan, kala itu AHY sempat mengirimkan surat kepada Presiden Joko Widodo atau Jokowi yang meminta penjelasan soal keterlibatan lingkaran dalam istana atas kudeta tersebut.
Rabu 17 Febuari 2021, AHY meluruskan ucapannya, jika dia mendapat informasi bahwa presiden Jokowi tidak tahu menahu soal kudeta di partai Demokrat.
Sangat grasa grusu
Mantan Wakil Komisi Dewan Pengawas (Dewas) DPP sekaligus pendiri partai Demokrat HM Darmizal MS, merasa geram dengan ulah AHY yang tidak konsisten dengan pernyataannya sendiri.
“Sebelumnya menuding sekarang klarifikasi. Ketua umum yang masih sangat mentah dan grasa grusu dalam bertindak,” ujar Darmizal dalam siaran persnya, Kamis 18 Februari 2021.
Pria kelahiran Sumatera Barat ini menyebut jika Susilo Bambang Yudhoyono alias SBY lah yang telah mengambil partai Demokrat dari para pendirinya untuk dijadikan partai dinasti.
“SBY lah yang sesungguhnya telah melakukan kudeta atau pengambil alihan partai demokrat dengan segala cara. Pada saat KLB di Surabaya, SBY berjanji hanya untuk meneruskan sisa kepemimpinan Anas Urbaningrum sampai 2015. Pada Kongres Partai Demokrat tahun 2015 di Surabaya, SBY mengingkari janjinya dan muncul sebagai calon tunggal,” tutur Darmizal.
Lebih lanjut Darmizal menjelaskan, pada Kongres ke 5 Partai Demokrat tanggal 15 Maret 2020, ditengah pandemi Covid-19 dipaksakan Kongres dengan mewariskan jabatan Ketua umum dari sang bapak ke putra mahkotanya AHY. Saat itu tanpa memenuhi tatacara ber-acara Kongres.
“Menyuruh keluar ruang sidang semua peserta Kongres yang punya hak bicara, tidak mengesahkan keputusan sebagaimana mestinya, antara lain, jadwal acara, tata tertib, pembahasan AD/ART, pembahasan program kerja dan laporan pertanggungjawaban SBY Ketua umum sebelumnya. Namun langsung mendeklarasi AHY menjadi Ketua umum oleh Ketua-ketua DPD. Itulah yang mereka sebut sebagai aklamasi”.
Ditambahkan Darmizal, pada tahun 2003 setelah Partai Demokrat lolos verifikasi KPU, bergabunglah almarhumah ibu Ani Yudhoyono, sebagai Wakil Ketua umum partai Demokrat.
“Tak lama kemudian ditahun yang sama, SBY masuk menjadi calon Presiden (Capres) dari Partai Demokrat, yang ditandatangani oleh Ketua Umum Prof. Subur Budhisantoso,” jelasnya.
Darmizal mengibaratkan, SBY saat itu seperti tetangga pemalu yang diajak masuk kedalam rumah oleh pemiliknya. Sebelumnya tidak pernah berkunjung sampai pada Rapimnas partai Demokrat di Wisma Kinasih tahun 2003.
“SBY diajak mampir dan diberi tempat dirumah oleh pemiliknya. Kemudian dia malah mengambil rumah dari pemiliknya. Kan ini sangat lucu dan memprihatinkan. Karna itu partai Demokrat harus kembali ke khittohnya, menjadi partai terbuka. Siapapun boleh masuk ke partai Demokrat tanpa ada yang bisa menghalangi. Kongres Luar Biasa atau KLB adalah kepastian menuju perbaikan menjadikan partai Demokrat besar kembali. Karena ditangan SBY dua periode sebagai Ketua umum, partai Demokrat menurun dari 148 kursi pada 2009, ke 61 pada 2014 dan sekarang tinggal 54 korsi parlemen saja. KLB pasti halal, sukses dan sah,” ungkap Darmizal.
Penulis: Witanto