JALURNEWS.COM – Pengamat politik dari Universitas Jaya Baya Sri Mulyono mengatakan, partai Demokrat saat ini sedang dalam proses menuju proses pendewasaan.
Dia mengungkapkan, dinamika politik yang terjadi mulai dari awal berdiri sampai hari ini dan seterusnya konflik internal dalam sebuah partai adalah proses politik yang wajar.
“Zaman kepemimpinan Prof. Subur Budhisantoso ada upaya dari Ventje Rumangkang Cs untuk melalukan Kongres Luar Biasa (KLB). Lanjut, kepemimpinan pak Hadi Utomo sebagai Ketua umum partai Demokrat juga ada upaya tersebut. Namun semua bisa diatasi dengan baik,” kata Sri kepada wartawan Sabtu 26 Febuari 2021.
Menurut dosen pasca sarjana Universitas Jaya Baya ini, upaya KLB paling brutal terjadi pada waktu kepemimpinan Anas Urbaningrum. Berkali-kali upaya KLB dilakukan. Dan puncaknya Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) harus berpidato dari Jeddah memerintahkan KPK untuk menetapkan status hukum Anas.
“Setelah itu SBY dan keluarga inti mengambil alih dan menguasai sepenuhnya partai Demokrat. Jika hari ini ada gejolak dari kader maupun senior partai Demokrat itu dinamika politik biasa dan wajar,” jelasnya.
Masih menurut Sri Mulyono, reaksi emosional yang berlebihan dari SBY bahkan dengan ungkapan partai “Demokrat Not For Sale” hanya menunjukkan ketidakdewasaan SBY dalam menyikapi dinamika politik internal Demokrat.
“Memangnya partai Demokrat itu milik pribadi SBY. Memangnya SBY sendirian yang mendirikan partai Demokrat. Kan dia tidak sendirian membentuk kepengurusan partai Demokrat dari awal di seluruh wilayah Indonesia, membiayai seluruh keperluan partai dari awal berdirinya sampai menjadi partai yg lengkap dan bisa ikut pemilu?,” tanya dia.
Dijelaskannya, partai Demokrat didirikan oleh banyak orang. Dibiayai oleh banyak orang dan dibesarkan oleh banyak orang yakni kader-kader awal dan seluruh simpatisan salah satunya SBY.
“Jadi partai Demokrat itu milik publik. Partai itukan milik publik khususnya Kader, simpatisan dan konstituen,” ungkap Sri Mulyono.
Lebih lanjut dia menjelaskan, para pendiri dan senior partai Demokrat yang telah berjuang dari awal tentu saja punya rasa memiliki dan tanggungjawab untuk menyelamatkannya.
“Faktanya memang partai Demokrat semakin mengecil. Jika melihat perolehan suara dalam 3 pemilu terakhir yakni 21% (2009) turun menjadi 11% (pemilu 2014) dan 7,5% (pemilu 2019) maka boleh jadi partai Demokrat akan hilang pada pemilu 2024 nanti,” jelasnya.
Perolehan suara yang terus anjlok, lanjut Sri, ini indikasi buruk dan mungkin karena inilah para kader senior terpanggil untuk menyelamatkan partai Demokrat
“Namun demikian sebagai mantan kader partai Demokrat, saya berharap ada kompromi antara kubu Cikeas dan kubu KLB. Politik kan kompromi,” demikian jebolan doktor dari Institut Pemerintahan Dalam Negeri (IPDN) ini menjelaskan.