JALURNEWS.COM – Sidang lanjutan gugatan Perkara Nomor 150/G/2021/PTUN.JKT di PTUN Jakarta atas penolakan Menkumham terhadap permohonan pengesahan perubahan AD/ART serta Kepengurusan partai Demokrat Hasil Kongres Luar Biasa (KLB) di Deli Serdang, pimpinan Moeldoko, Kamis 14 Oktober 2021 lalu menghadirkan 3 orang ahli.
Ketiga saksi daru kubu Moeldoko yakni Dr. Ahmad Redi.,S.H.,M.H Kepala Program Studi Sarjana Hukum dan Dosen Hukum Tata Negara Universitas Tarumanagara Jakarta, Associate Prof. Dr. Suparji, SH, MH Ketua Senat Akademik Universitas Al Azhar Indonesia sekaligus Ketua Program Studi Pascasarjana Ilmu Hukum Universitas Al Azhar Indonesia dan Prof.Dr.H. Gatot Dwi Hendro Wibowo, SH.,M.Hum Guru Besar Tetap Fakultas Hukum Universitas Negeri Mataram.
Kuasa hukum DPP partai Demokrat kubu Moeldoko, Rusdiansyah mengatakan, dalam keterangannya, ahli Associate Prof. Dr. Suparji, SH, MH menerangkan bahwa AD/ART sebuah partai merupakan hasil kesepakatan bersama.
“Maka harus memenuhi syarat sah sebuah kesepakatan sebagai mana diatur pasal 1320 KUH Perdata yaitu kesepakatan para pihak, kecakapan para pihak, adanya obyek perjanjian sebab yang halal,” kata Rudiansyah dalam siaran persnya Sabtu 16 Oktober 2021.
Menurutnya, dalam hal sebuah kesepakatan jika tidak memenuhi syarat sah yaitu kesepakatan para pihak, kecakapan para pihak, adanya obyek perjanjian maka kesepakatan dapat diajukan pembatalan di Pengadilan.
“Sementara kalau tidak memenuhi sebab yang halal maka kesepakatan tersebut dapat dinyatakan batal demi hukum atau dari semula dianggap tidak pernah ada dilahirkan. Jadi, ketika AD/ART partai Demokrat 2020 isinya bertentangan dengan Undang-undang maka dapat dinyatakan batal demi hukum atau dari semula dianggap tidak pernah ada dilahirkan,” jelasnya.
Lebih Lanjut menurut keterangan ahli, oleh karena AD/ART 2020 dianggap dapat dinyatakan batal demi hukum atau dari semula dianggap tidak pernah ada dilahirkan.
“Maka upaya koreksi atau perbaikan AD/ART partai Demokrat di KLB sangat berdasar hukum. Dengan demikian pelaksanaan KLB sudah sesuai ketentuan yang berlaku,” ucap Rusdiansyah.
Sementara itu, Dr Ahmad Redi seperti diungkapkan Rusdiansyah menjelaskan, dalam administrasi negara kalau kita tarik Undang-undang (UU) Nomor 30 tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan bahwa Setiap Badan atau Pejabat Admistrasi Tata Usaha Negara dalam mengeluarkan keputusannya harus berbasis pada dua hal yaitu peraturan perundang-undangan dan asas umum pemerintahan yang baik.
“Dalam hal pendaftaran partai politik harus berdasarkan UU Parpol. Jadi terkait batu uji pendaftaran partai politik adalah UU Parpol dan peraturan teknis yaitu Peraturan Menteri Hukum dan HAM 34 tahun 2017 tentang Tata Cara Pendaftaran Pendirian Badan Hukum, Perubahan Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga, Serta Perubahan Kepengurusan Partai Politik,” ungkap Rusdiansyah.
Dijelaskan Rusdiansyah, ketika berkas permohonan yang diajukan sudah sesuai yang dipersyaratkan Permenkumham 34 tahun 2017 berkas permohonan pemohon harusnya diterima oleh Kemenkumham dan di tindak lanjuti dengan surat Keputusan menerima permohonan pemohon.
Tidak bisa kemudian Badan atau Pejabat Admistrasi Tata Usaha Negara menguji kebenaran permohonan pemohon. Karena kewenagan itu tidak diberikan oleh UU Parpol maupun Permenkumham 34 tahun 2017, jelasnya.
“Karena kewenangan pengujian kebenaran hasil KLB Deli Serdang sudah di delegasikan kepada Notaris sebagai pejabat yang di berikan kewenagan oleh oleh perundang-undangan,” pungkas Rusdiansyah.