JALURNEWS.COM, JAKARTA – Forum Korban Mafia Tanah Indonesia (FKMTI) meminta aparat penegak hukum jangan hanya bergerak cepat untuk meringkus mafia tanah, jika korbannya publik figur. Sementara kalau korbannya rakyat biasa, sangat lamban. Hal demikian dilontarkan Ketua FKMTI SK Budiardjo, Selasa (23/11/2021), di Jakarta.
“Jangan karena korbannya publik figur seperti Nirina Zubir, aparat penegak hukum langsung bergerak cepat meringkus para pelaku mafia tanah. Namun kalau yang menjadi korban warga biasa, mereka sangat lamban menanganinya,” kata SK Budiardjo.
“Kalau korban mafia tanahnya selebritis atau publik figur, semua pejabat di negeri ini langsung angkat suara, cepat menindak pelakunya. Ini negara hukum, negara yang berdasarkan Pancasila. Semua warga negara sama hak dan kewajibannya. Tanah Robert Sudjasmin di Kelapa Gading, Rusli (BSD), Sami (Sawangan), dan ribuan rakyat di perkebunan, menjadi korban mafia tanah, mengapa terkesan diabaikan,” ujarnya balik bertanya.
Budi yang juga menjadi salah satu korban mafia tanah mengungkapkan, banyak rakyat yang jadi korban mafia tanah di seluruh Indonesia. Tetapi kasus mereka tidak viral di media sosial sehingga dibiarkan oleh pihak terkait.
“Padahal, Presiden Jokowi sudah tegas memerintahkan jajarannya untuk memberantas mafia tanah beserta beking-bekingnya. Namun, para pendukung Presiden justru memviralkan isu yang tidak penting sehingga aksi mafia tanah bisa terus terjadi,” tuturnya.
Budi menduga, komplotan mafia tanah sengaja mengadu domba antara netizen pendukung Jokowi dan netizen pendukung oposisi, misalnya dengan isu sentimen agama. Tujuannya agar rakyat melupakan kasus perampasan tanah. Padahal tanah di NKRI sudah 80 persen dikuasai konglomerat seperti yang diungkap Buya Syafii Maarif bahwa sebagian diperoleh dengan cara merampas tanah rakyat.
“Rakyat Indonesia jangan mau diadu domba, ada cebong vs kadrun, saling ejek. Memviralkan hal-hal yang tidak penting tapi melupakan kasus perampasan tanah. Saya menduga ada bohir mafia tanah yang sengaja memperkeruh situasi, agar kasus perampasan tanah tidak terungkap. Ini anomali, Presiden Jokowi secara tegas telah memerintahkan pemberantasan mafia tanah beserta bekingnya. Tapi ‘cebong’ ribut di media sosial dengan mereka yang disebut kadrun. Mereka tak sadar cuma diadu domba mafia tanah,” ungkapnya.
Menurut Budi, sejatinya mafia perampas tanah rakyat yang bisa merusak persatuan bangsa. Contohnya, korban perampasan tanah diminta menggugat pembeli tanah hasil rampasan. Sedangkan pihak pengusaha sudah membawa kabur uang penjualan tanah hasil rampasan.
“Perusak persatuan bangsa itu mafia tanah. mereka bisa mengadu domba rakyat dengan pembeli tanah dari pengusaha yang merampas tanah rakyat. Sedangkan pengusaha nakal bisa membayar beking agar korban bertarung dengan pembeli beritikad baik,” tambahnya.
Sementara itu aktivis Forum Kota, Manaek Hutabarat, kini menjadi pegawai ATR/BPN menjelaskan, bahwa kasus yang menimpa aktris Nirina Zubir dan ibunda Dino Patti Djalal berkesan BPN tidak mampu mencegah mafia tanah beraksi.
“Semua menjadi ribut jadi pemadam kebakaran setelah kejadian dan selalu ujungnya penipuan pemalsuan yang menyeret akta yang dibuat PPAT tidak valid,” katanya.
Manaek menyarankan, perlu kembali ditarik sebagian kewenangan dalam pembuatan akta dari PPAT. Sebab sertifikat pertama kali diterbitkan oleh kantor pertanahan (BPN) tanpa PPAT.
“Seharusnya peralihan bisa dilakukan kembali di BPN, karena lebih mudah dan murah. Kalau masih ada masalah, maka permasalahannya ada di BPN,” tandasnya.