Kementerian ATR/BPN Lapor Polda Metro soal Akses Ilegal Mafia Tanah

Editor: Redaksi

JALURNEWS.COM, JAKARTA – Polisi telah mengungkap adanya akses ilegal yang masuk ke dalam sistem komputerisasi kegiatan pertanahan (KKP) di Kementerian ATR/BPN. Pihak Kementerian ATR pun telah meminta polisi segera menangkap para pelaku.

“Kita akan perbaiki sistem dan sudah berjalan, KKP ini tadi modus baru. Saya sudah kemarin, buat laporan agar orang-orang yang bisa masuk secara ilegal ini dalam waktu dekat bisa ditangkap,” kata Irjen Kementerian ATR/BPN, Sunraizal, di Polda Metro Jaya, Jakarta, Senin (18/7/2022).

Sunraizal mengakui modus peretasan itu merupakan cara baru pelaku dalam kasus mafia tanah. Pihaknya pun menyerahkan penanganan kasus itu sepenuhnya kepada polisi.

“Karena ini kita tidak tahu sudah berapa banyak data-data itu diubah. Laporan sudah disampaikan. Mudah-mudahan di titik mana mulainya itu yang bisa dimulai terlebih dahulu,” jelas Sunraizal.

Akses Ilegal Modus Baru Pelaku Mafia Tanah
Polisi mengungkap adanya lima modus dalam kasus mafia tanah yang ditangani sejak 2020. Direktur Reskrimum Polda Metro Jaya Kombes Hengki Haryadi mengatakan dua modus terakhir ini disebutnya sebagai modus canggih.

Para pelaku bahkan melakukan akses ilegal. Hengki mengatakan modus ini terkait penyelewengan program PTSL.

Hengki mengatakan peran pejabat BPN berperan dalam menciptakan data yang keliru terkait sertifikat pemohon.

Hengki mencontohkan kepada salah satu lahan tanah milik warga bernama Sugiman seluas 37 meter persegi. Sugiman saat itu mengajukan permohonan PTSL.

Namun, sertifikat miliknya itu tidak kunjung keluar. Di satu sisi dalam administrasi pihak BPN disebutkan sertifikat itu diserahkan kepada pemohon.

“Sertifikat sebenarnya sudah jadi tapi seolah-olah sudah diberikan kepada korban. Ada figur peran pengganti. Jadi apabila dicek administrasi sudah diserahkan kepada pemohon,” jelas Hengki.

“Lalu sertifikat ini diganti identitasnya, yuridis, kemudian data fisik dan masuk kepada akses ilegal, masuk kepada KKP dan terjadilah perubahan identitas dan tanah korban menjadi lebih luas 2.400 meter, tapi bukan atas nama korban melainkan atas nama lain. Jadi korbannya pemohon dan lahan orang lain yang diserobot,” tambahnya. (Detik)

Berita Terkait